Foto Gedung SD N.No.177924 Desa Silosung, Kecamatan Simangumban, Tapanuli Utara Sumatera Utara. (ist) |
Tapanuli Utara - Sengketa lahan Sekolah Dasar Negeri No.177924 Desa Silosung, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara, akhirnya berbuntut panjang. Pasalnya, pembangunan lahan sekolah tersebut dilakukan tanpa adanya penyerahan dan kesepakatan dari pemilik lahan (ahli waris).
Keluarga Besar Alm.Mangandar Sianturi (pemilik Ahli Waris) mengaku akan mengirimkan surat kepada Bupati Tapanuli Utara terkait permasalahan tersebut.
"Kami jelas tidak terima terkait hal ini, kami berharap, Bupati Taput, Bapak Nikson Nababan menerima surat kami dan memberikan solusi yang baik," kata Pantas Sianturi (Ahli Waris).
Pihaknya juga berharap, Bupati Taput memahami keluhan dan memberikan solusi terhadap permasalahan warganya.
"Saya akan mengirimkan surat kepada bapak Bupati Taput. Dimana, atas sebidang Tanah Warisan peninggalan Orang tua kami Alm.Mangandar Sianturi yang telah dikuasai pemerintah, semoga bapak Nikson Nababan bisa memahami keluhan hati kami yakni pemilik lahan atau ahli waris atas semua itu," tutur Pantas, Jumat (15/01/2021).
Lebih lanjut Pantas menjelaskan, sebelumnya orang tua mereka (Alm.Mangandar Sianturi) telah menghibahkan seluas lahan di Desa tersebut untuk lokasi persekolahan pada tahun 1980- an. Akan tetapi, pemerintah masa itu (orde baru) melakukan pembangunan gedung sekolah di wilayah/letak tanah yang berbeda, tidak sesuai pada lahan yang disediakan atau yang telah dihibahkan sesuai surat yang ada.
Walau demikian, adapun gedung sekolah yang tidak sesuai dengan letak tanah yang di hibahkan tersebut menurut Pantas Sianturi (Ahli Waris) tidak menjadi masalah, utamanya pembangunan gedung sekolah tersebut telah terlaksana. Sebab, itu adalah cita cita orang tuanya atas pentingnya pendidikan untuk anak Desa.
Dokumen Surat hibah yang dimiliki oleh Keluarga Pantas Sianturi. |
Hanya saja, dia sebagai ahli waris protes kepada Pemerintah Tapanuli Utara atas gedung sekolah yang telah ada. Dimana, wilayahnya semakin diperluas diatas lahan mereka, awalnya (sesuai bangunan awal SD Inpres) hanya memakai luas tanah sekira Panjang 30m dan lebar 15 m.
"Saya sangat tidak setuju atas perluasan lahan sekolah tersebut. Sebab, selama ini Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara tidak pernah mengundang kami atas segala pembangunan yang ada, lagi pula lahan itu bukan diperuntukkan untuk gedung sekolah dan pembuatan jamban, atau bangunan lainnya, hanya saja kita masih peduli pentingnya pendidikan, meski letak gedung yang di bangun tidak pada lahan atau wilayah tanah yang di hibahkan," jelasnya.
Lebih jauh pantas menyampaikan, untuk luas bangunan gedung pertama (SD Impres) dibangun, pihaknya tidak permasalahkan dan ikhlas terkait lahan tersebut, dengan catatan sesuai bangunan lama (panjang 30m dan Lebar 15m).
"Namun, yang dibangun sekarang sudah melebihi dari kesepakatan. Mohon pemerintah mengerti dan supaya mengosongkanya, sebab lahan itu akan lebih berarti untuk keluarga besar kami jika di manfaatkan menjadi perkebunan," pungkas Pantas.
Dia juga menambahkan, sebagai Ahli waris atas sebidang tanah peninggalan alm.Mangandar Sianturi, pihaknya sangat berharap pengertian dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, melalui Dinas Pendidikan atau Korwil dapat tanggap, untuk segera menyelesaian persoalan yang ada.
"Kami keluarga besar ahli waris berharap untuk dapat diselesaikan secepatnya, ini marwah kami, kehormatan kami, dan sangat berarti bagi kami, saya juga berharap kepada Bapak Bupati Taput agar ikut turun tangan, sebab kami tidak akan pernah merelakan sebidang tanah warisan orang tua kami habis terpakai atas adanya berbagai pembangunan kedepannya," tutupnya. (**)
Editor : Pineop Siburian