Medsos Tri Rismaharini (ist) |
Jakarta, pelitatoday.com - Gerak cepat Menteri Sosial (Medsos) Tri Rismaharini (Risma) menangani dampak bencana di Sulawesi Barat mendapatkan apresiasi kalangan mahasiswa dan milenial yang mencermatinya. Menurut mereka, hal yang dilakukan Risma membuktikan bahwa selama ini pun Risma melakukan banyak hal karena kepedulian akan kemanusiaan, bukan untuk pencitraan yang dangkal.
Penilaian tersebut dikemukakan Koordinator Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI), Nurkhasanah di Jakarta. Nurkhasanah mengatakan, kesiapsiagaan Mensos menangani dampak bencana, khususnya yang terjadi di Sumedang, Kalsel dan Sulawesi Barat (Sulbar), memungkinkan tidak terjadinya rentetan dampak pasca-bencana yang lebih besar.
Nurkhasanah juga menegaskan, kehadiran Risma yang terjun langsung baik di Sumedang maupun Sulbar, menunjukkan kepedulian Risma jauh di atas tugasnya sebagai hanya wakil pemerintah untuk urusan bencana.
“Dari pantauan kami, untuk Kalsel sendiri Bu Risma sudah mengirimkan bantuan baik dana maupun logistik," ujar Nur.
“Kalau melihat usia beliau, kita mau tak mau harus memberikan apresiasi tinggi, yang mana Bu Risma langsung berada di Sumedang maupun Sulbar untuk memimpin langsung operasi penangangan dampak bencana,” kata Nurkhasanah.
Koordinator AMMI itu menunjukkan, bagaimana Kemensos bergerak cepat merespons potensi dampak bencana. Kemensos langsung menurunkan Taruna Siaga Bencana (Tagana), pekerja social serta Unit Pelayanan Teknis (UPT) di masing-masing daerah bencana.
“Kita bisa melihat, selain bantuan tanggap darurat seperti bantuan logistik yang disalurkan ke lokasi bencana, peran aktif Kemensos juga dibuktikan dengan respons cepat UPT Kemensos di lokasi bencana melakukan penanganan terhadap penyintas,” kata Nurkhasanah.
Bahkan, kata Nurkhasanah, Mensos Risma segera memerintahkan jajarannya segera mendirikan dapur umum darurat, untuk menjamin kebutuhan primer korban terdampak gempa Sulawesi Barat dalam hal kebutuhan makan.
“Bu Risma menekankan agar dapur umum tersebut bisa menghasilkan 6 ribu bungkus nasi untuk diberikan ke tenda-tenda pengungsian. Itu jelas sangat membantu menjamin keselamatan dan keamanan para korban,” kata dia.
Di Kalimantan Selatan, AMMI juga melihat hal yang sama. Atas koordinasi dan arahan Kemensos, Balai Besar Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Banjarmasin telah bergerak sejak banjir melanda kawasan itu.
"Kami melihat upaya BBPPKS yang besar untuk turut serta membantu warga sekitar yang terdampak banjir dengan menyediakan kamar asrama sebagai shelter bagi para pengungsi," kata Nurkhasanah. Karena peran BBPPKS yang terus berkoordinasi dengan Kemensos itulah, kata Nurkhasanah, sudah lebih dari 130 orang penyintas berhasil dievakuasi untuk diberikan tempat penampungan sementara.
Koordinator AMMI itu juga mengapresiasi tinggi peran aktif Kemensos untuk juga membentuk dan menyediakan Tim Layanan Dukungan Psikososial, berbarengan dengan tim evakuasi.
Foto istimewa |
AMMI juga menyoroti peran Kemensos dalam mengatasi dampak bencana banjir bandang di Kalimantan Selatan. Nurkhasanah mengatakan, instruksi Risma agar jajarannya tak hanya turun langsung menangani dampak bencana, tetapi juga memberikan layanan dapur umum, dan mengirimkan bantuan logistik senilai Rp1,9 miliar, sangatlah tepat.
“Ini bukan soal charity atau apa, tetapi memang bantuan seperti itu yang sangat diperlukan karena kondisi yang ada,” kata Nurkhasanah. Ditanya wartawan tentang viralnya video ‘penjarahan’ bantuan oleh para korban, Nurkhasanah menilai pengunggah video tersebut ke internet tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian sebelum mengunggahnya.
“Sebagaimana yang kita lihat, dan itu juga dinyatakan Mensos, itu bukan penjarahan. Memang mereka korban, yang karena menunggu terlalu lama akibat bantuan terhalang kondisi, memerlukan segera bantuan itu untuk keselamatan warga,” kata dia.
Sebelumnya, Mensos Risma juga mengakui adanya keterlambatan pengiriman logistik karena terkendala mencapai lokasi gempa. Dia menyebut, keterlambatan pengiriman logistik itu disebabkan jalur yang terputus akibat material longsor.
"Jadi yang seharusnya 9 jam harus nambah 6 jam lagi karena harus memutar,” kata dia. Karena itu, Risma sendiri menganggap wajar adanya sedikit insiden rebutan bantuan tersebut.
"Sekali lagi itu bukan penjarahan, jangan dianggap penjarahan. Mereka kelaparan," kata Risma.
Sebagai antisipasi agar kejadian yang sama tak terulang, Risma akan memanfaatkan balai-balai di sekitar lokasi sebagai gudang. Sudah ada 41 balai dan 6 gedung diklat yang akan dimanfaatkan untuk penyimpanan logistik. (**)
Editor : Pino Siburian