Gedung Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Nomor 3, Jakarta Selatan. (Dok: Kompas.com) |
JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menghimbau media untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, tapi humanis.
Hal tersebut disampaikan dengan menerbitkan surat Telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021, yang diteken Listyo Sigit pada 5 April 2021, ditujukan kepada pengemban fungsi humas Polri di seluruh kewilayahan.
Dalam telegram tersebut mengatur soal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan yang dilakukan polisi/dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.
Ada 11 poin yang diatur dalam telegram tersebut, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.
Peraturan itu dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Perkap Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012.
Penjelasan Polri.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Rusdi Hartono mengatakan, telegram itu dikeluarkan agar kinerja polisi semakin baik.
"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi, Selasa (6/4/2021).
- Baca Juga : Kapolri Tinjau Vaksinasi Massal di Manado
Dia menyatakan, pada dasarnya telegram itu ditujukan kepada seluruh kepala bidang humas.
"Telegram itu di tujukan kepada kabid humas. Itu petunjuk dan arahan dari Mabes ke wilayah, hanya untuk internal," ujar dia.
Berikut isi lengkap surat telegram Kapolri:
1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.
2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.
3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.
4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan.
5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.
6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.
7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur.
8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.
9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.
10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.
11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak. ***
Sumber : Kompas.com