Ilustrasi Virus Omicron. (Dok: PIS) |
Jakarta - Pemerintah mulai mewaspadai varian omicron yang telah dinyatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai variant of concern. Varian baru yang pertama kali muncul di Afrika Selatan ini lima kali lebih cepat menyebar dan berpotensi menghambat pemulihan ekonomi jika kasus varian delta kembali terulang.
Sebelumnya, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyebut bahwa varian omicron dapat memicu lonjakan kasus. Berkaca pada varian delta sebelumnya, perlu persiapan dan pencegahan agar tak terjadi penularan.
Indonesia pun sebenarnya mulai memasang ancang-ancang untuk mencegah masuknya varian baru ini dengan memperketat pintu masuk dari luar negeri. Pemerintah juga telah melarang kedatangan penumpang yang memiliki riwayat perjalanan dari 11 negara yang ditengarai sebagai pusat penularan varian omicron.
Dari 11 negara tersebut, beberapa negara berasal dari kawasan Afrika bagian selatan yakni, Afrika Selatan, Bostwana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambique, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia. Selain itu ada juga Hongkong yang telah ditemukan varian omicron.
Berpotensi hambat pemulihan
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyatakan, pemerintah perlu melakukan antisipasi demi mencegah penyebaran varian omicron di dalam negeri.
Faisal mengatakan apabila penyebaran varian baru ini terlanjur masif, seperti varian Delta, proses pemulihan ekonomi bisa terhambat.
"Setiap varian baru dari wabah Covid tetap memiliki risiko terhadap kesehatan yang perlu diantisipasi. Dampak terhadap ekonomi akan terasa apabila penyebarannya masif sehingga mendorong pemerintah untuk memberlakukan restriksi terhadap pergerakan orang,” kata dia, Senin (29/11/2021).
Sebelumnya, lonjakan kasus Covid-19 akibat penyebaran varian Delta telah memaksa pemerintah menerapkan PPKM Darurat atau level 3-4. Kebijakan ini mengakibatkan perekonomian semakin lumpuh akibat pembatasan mobilitas yang ketat.
Alhasil, pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021 yang tumbuh 3,51% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari pencapaian kuartal II/2021 sebesar 7,07% (yoy).
Salah satu sektor yang terpuruk adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh hanya 1,03 persen (yoy) dari sebelumnya 5,95%. Sementara itu, pada kuartal IV/2021, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, begitu pula yang ditargetkan pada 2022.
Antisipasi
Direktur Center of Law and Economics Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan antisipasi cepat dari pemerintah bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di positif di kuartal terakhir 2021 dan 2022.
Bhima mengatakan efek varian omicron terhadap ekonomi dalam negeri tergantung pada antisipasi dan respon pemerintah. Dia pun menilai perlunya kebijakan yang bisa mencegah penyebaran varian baru ini kedalam negeri.
“Misalnya menutup pintu kedatangan WNA dari negara yang terindikasi mengalami lonjakan kasus baru, memperpanjang waktu karantina bagi yang baru saja dari luar negeri, pencegahan penyebaran virus di tempat destinasi wisata, perkantoran dan pintu masuk WNA,” kata dia.
Selain itu, pemberian booster vaksin Covid-19 bagi pekerja yang rentan seperti pegawai hotel, transportasi, bandara dan tenaga kesehatan juga perlu. Bhima juga menyarankan untuk menyiapkan pencadangan dana SILPA atau sisa anggaran yang tidak terserap, untuk anggaran kesehatan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus.
"Kalau antisipasi pemerintah cepat maka efek ke pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke IV maupun tahun 2022 masih terjaga positif. Harapannya tidak ada PPKM ketat lagi di level 3 maupun 4," papar dia.
Sejalan dengan hal tersebut, Bhima menekankan pentingnya mendukung pemulihan daya beli dengan berbagai program pemerintah seperti melanjutkan bantuan usaha produktif, bantuan subsidi upah dan kerja sama dengan platform digital untuk ketahanan UMKM, meskipun ada ancaman terhambatnya mobilitas ke tempat ritel fisik.
Pada kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga berharap perbaikan ekonomi pada kuartal IV dan tahun depan bisa berlanjut sehingga mampu mencapai pertumbuhan ekonomi antara 3,5-4,0% pada tahun 2021.
Hal tersebut karena pemerintah juga mendapat pembelajaran dari kasus varian delta dan melonjaknya kasus akibat libur nasional yang membuat perekonomian dalam negeri terpukul.
"Ini kinerja karena tentu saja dua kuartal yang sangat sulit yaitu kuartal pertama ketika kita juga melihat peningkatan kasus pasca Natal. Serta tahun baru, Maret lalu. Kemudian gelombang kedua Delta Varian tahun ini, antara Juli hingga pertengahan Agustus," ucap Sri Mulyani. (PIS)