Mahasiswa, siswa yang di-maha-kan, individu yang dianggap dewasa dan mampu berpikir secara sistematis dan kritis, yang tindak tanduk tingkah lakunya menjadi panutan bagi adik-adiknya, para siswa.
Memiliki tugas utama untuk belajar di kampus, mengemban peran besar sebagai agen perubahan bagi masyarakat, apakah cukup mahasiswa memiliki kualitas dalam segi intelektual saja? Tentu tidak. Sepakat dengan Theodore Roosevelt, “Toeducate a man in mind but not in morals is to create a menace to society” (mendidik seseorang dalam pikiran/pengetahuan tetapi tidak dalam moral sama saja menciptakan ancaman bagi masyarakat).
Pembaca pasti tidak asing dengan peraturan yang disebut norma kesusilaan, kan? Ya, norma kesusilaan adalah norma yang lahir dari hati nurani setiap individu. Hal ini bisa berbeda di tiap kelompok masyarakat, yang biasanya dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, kepercayaan, dan faktor eksternal lainnya.
Dalam penerapannya, norma kesusilaan sangat mengandalkan kesadaran diri tiap individu. Lalu, bagaimana dengan norma kesusilaan yang mestinya dimiliki oleh seorang mahasiswa?
Di dalam keilmuan filsafat, ada yang disebut dengan deontologi sebagai cabang dari teori etika yang berkaitan erat dengan kewajiban dan larangan. Deontologi menekankan pada pembentukan tindakan etis dalam pemenuhan kebutuhan dengan mempertimbangkan hak orang lain dan berlandaskan pada moral yang seharusnya.
Penerapan deontologi juga terkait dengan bagaimana seseorang memenuhi kebutuhannya tanpa mengabaikan hak-hak orang lain, yang mungkin terdampak dari tindakan yang dilakukannya. Oleh karena itu, deontologi sangat erat dengan norma kesusilaan yang ada di tengah masyarakat, khususnya mahasiswa dalam tulisan ini.
Penulis sudah melakukan survei ke beberapa mahasiswa di berbagai kampus di Indonesia. Menurut pengakuan para responden, sebagai mahasiswa, mereka memahami konsep dari norma kesusilaan. Sedangkan, untuk deontologi, sebagian besar responden sama sekali tidak mengetahuinya.
Semua responden bulat mengatakan bahwa penerapan norma kesusilaan di tengah hubungan antarmahasiswa sangatlah penting. Meskipun begitu, sebagian besar responden juga pernah, loh, melanggar norma kesusilaan dan mengakibatkan kerugian bagi rekan sesama mahasiswanya! Beberapa di antaranya pernah meninggalkan kewajibannya dalam tugas kelompok, pelanggaran yang memang terlihat dan terdengar sederhana, namun tetap saja membuat teman satu kelompoknya terbebani karena harus mem-back up pekerjaan si pelanggar, atau bahkan terkena imbas dengan mendapatkan nilai yang jelek.
Hal lain yang rupanya masih sering dilakukan oleh mahasiswa kepada mahasiswa lain adalah hilang kabar dan tidak mengerjakan tugas organisasi maupun tugas di kelas, membicarakan hal buruk teman antarmahasiswa, egois ketika merasa keadaannya sedang sulit, memposting keburukan teman antarmahasiswa, menggunakan jasa joki tugas saat mengerjakan tugas maupun ujian, bullying, hingga pelecehan dan kekerasan seksual antarmahasiswa yang hingga saat ini masih menjadi isu hangat dalam masyarakat.
Sayangnya, masih banyak korban yang tidak berani angkat bicara melaporkan pengalaman buruknya tersebut atau bahkan menganggap remeh hal buruk yang mereka alami.
Beberapa hal di atas hanya segelintir contoh yang dengan terbuka mereka dapat katakan dalam survei. Seperti pepatah, apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai. Rata-rata mahasiswa yang pernah melakukan bentuk pelanggaran norma kesusilaan di kampus, pernah mendapatkan perlakuan yang sama dari sesama mahasiswa.
Mahasiswa diharapkan memiliki sikap dan kemampuan yang baik termasuk dalam berinteraksi. Namun, pada kenyataannya, norma kesusilaan sebagai norma yang bersumber dari hati nurani dan nilai utama dari konsep deontologi, yakni pembentukan tindakan etis dengan mempertimbangkan hak orang lain, masih seringkali tidak diindahkan dalam interaksi antarmahasiswa.
Kepentingan pribadi masih seringkali dimaksimalkan tanpa berlandaskan pada moral yang seharusnya. Mahasiswa belum sepenuhnya sadar akan peran dan kewajibannya dan menjadikan deontologi hanya sebatas teori tanpa pengimplementasian dalam kehidupannya. Integritas mahasiswa untuk ini menjadi patut untuk dipertanyakan.
Kualitas diri seorang mahasiswa, yang tidak hanya dinilai dari aspek akademik, yang sangat memengaruhi masa depannya di dunia kerja. Karakter mahasiswa yang bermoral dan beretika atas adanya norma kesusilaan di dalam dunia kampus akan menjadi bekal bagi mahasiswa menuju dunia kerja yang profesional.
Kalau kamu, sudah menerapkan norma kesusilaan dan konsep deontologi dalam keseharianmu?