Foto Istimewa. |
JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo bersama Pendiri Institut Filsafat Pancasila Yoseph Umarhadi menyelenggarakan Saresehan Pancasila. Dihadiri Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta Prof. Frans Magnis Suseno, cendikiawa Yudi Latif, serta aktivis yang mewakili generasi muda milenial, Cinta Laura. Dirinya menekankan, setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia senantiasa memperingati Hari Lahir Pancasila. Perayaan tersebut, tidak boleh sekadar ramai dalam diskusi, namun sepi dalam pelaksanaan.
"Pancasila tidak boleh hanya diekspresikan sebatas klaim kehebatan dalam ritual pernyataan dan pidato, atau diajarkan sebatas hafalan sejumlah butir moralitas. Melainkan harus diimplementasikan dalam sikap hidup keseharian. Toleransi dan tenggang rasa, misalnya, merupakan bagian kecil dari wujud sikap Pancasila yang harus dimasifkan dalam kehidupan keseharian setiap anak bangsa," ujar Bamsoet saat membuka Saresehan Pancasila, di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (2/6/22).
Turut hadir antara lain, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat, Ketua Badan Penganggaran MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Golkar MPR RI Idris Laena.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, ketika membicarakan Pancasila dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika, maka yang akan segera terbayang adalah kebesaran, keluasan, dan kemajemukan bangsa Indonesia. Ketika terbang dari Sabang menuju Merauke, akan melintasi 17.504 pulau, dengan melewati tiga zona waktu yang berbeda. Orang asing yang terbang di wilayah Indonesia, pasti mengira dirinya sedang melintasi begitu banyak negara. Tidak akan menyangka kalau yang diintasi hanya satu negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dihuni oleh 1.340 suku bangsa, dengan 733 bahasa daerah yang berbeda, adat istiadat yang berbeda, serta dengan agama dan keyakinan yang berbeda-beda pula.
"Para Pendiri Bangsa berhasil menjadikan perbedaan sebagai sebuah akar untuk persatuan, dan meletakannya sebagai ruh bagi perjuangan dalam mewujudkan sebuah identitas perjuangan bangsa. Anugerah tersebut mengisyaratkan perlunya menghargai kemajemukan, sebagai kekayaan dan kekuatan bagi bangsa Indonesia. Karenanya, kerukunan haruslah menjadi kebutuhan bagi kita, karena kebhinnekaan adalah elemen pembentuk bangsa. Kebhinnekaan bukan hanya fakta sosiologis yang hanya diterima sebagai sesuatu yang given, tetapi harus terus menerus diperjuangkan," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, patut disyukuri bahwa Bangsa Indonesia memiliki identitas yang berbasis pada nilai-nilai luhur ke-Indonesia-an, yang berakar pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat konsensus dasar bangsa tersebut memberikan sebuah alasan dan tujuan utama yang membuat bangsa ini dapat bertahan dan hadir hingga sekarang.
"Gagasan menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang dirintis MPR, selain dalam rangka menjamin kesinambungan dan keterpaduan pembangunan antar periode kepemimpinan tanpa bergantung pada momen elektoral, juga untuk meng-aktualisasikan Pancasila ke dalam kerangka operatif, dengan cara mempertemukan nilai-nilai luhur falsafah bangsa dengan aturan dasar yang diatur dalam konstitusi. PPHN dengan paradigma
Pancasila ini akan menjadi arahan dalam pencapaian tujuan bernegara, yakni mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur," pungkas Bamsoet. (*)