Foto Istimewa. |
JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia Bambang Soesatyo mengapresiasi komitmen Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang mendukung maju, tumbuh, dan berkembangnya industri pertahanan nasional yang dilakukan pelaku usaha swasta dalam negeri. Sebagaimana juga sudah ditegaskan Presiden Joko Widodo, pemenuhan alat utama sistem senjata (Alutsista) harus diprioritaskan dari dalam negeri, baik melalui BUMN maupun dari pelaku usaha swasta nasional.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menggambarkan, sebagaimana terjadi di Amerika Serikat maupun di berbagai negara besar lainnya, kontraktor industri pertahanan swasta sangat dilibatkan. Selain untuk memperkuat kedaulatan industri pertahanan dalam negeri, juga sebagai penopang perekonomian nasional negara yang bersangkutan. Karenanya, untuk memperkuat peran pelaku usaha swasta dalam industri pertahanan nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan prajurit TNI dalam menggunakan berbagai fasilitas seperti perumahan dan lain sebagainya, KADIN bersama TNI akan membuat Nota Kesepahaman.
"Dalam membahas nota kesepahaman tersebut, dari KADIN diwakilkan oleh Ketua Hubungan KADIN dengan TNI Desi Mamahit, sementara dari TNI diwakilkan oleh Waaster Panglima TNI Brigjen TNI (Mar) I Made Wahyu Santoso. Melalui Nota Kesepahaman tersebut, diharapkan kedepannya dalam memenuhi Alutsista TNI seperti peluru hingga senjata api, Indonesia tak lagi bergantung kepada impor. Melainkan bisa dipasok dari pelaku usaha swasta dalam negeri. Selain memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional, juga untuk memastikan kedaulatan bangsa dalam hal penyediaan Alutsista bisa terpenuhi. Sehingga cita-cita Presiden Soekarno agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang Berdikari, Berdiri di atas Kaki Sendiri, juga bisa terwujud," ujar Bamsoet usai bertemu Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa, di Ruang Kerja Panglima TNI, di Subden Denma Mabes TNI, Jakarta, Senin (6/6/22).
Turut hadir Kababinkum TNI Mayjen TNI Agus Dhani Mandaladikari dan Waaster Panglima TNI Brigjen TNI (Mar) I Made Wahyu Santoso. Sementara pengurus Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia yang hadir antara lain, Wakil Kepala Reginald FM Engelen Pattipeilohy, Sekretaris Junaidi Elvis, Ketua Hubungan KADIN dengan TNI Desi Mamahit, Ketua Hubungan KADIN dengan Kementerian Pertahanan Johni Idham, Ketua Hubungan KADIN dengan BAIS Muthowali Kuntjoro, Ketua Hubungan KADIN dengan BIN Suprayogi Soepaat, serta para anggota lainnya seperti Ikang Fawzi, Guntur Muchtar, Indra Yuwono, dan Bambang Ekajaya.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, masuknya peran swasta dalam industri pertahanan nasional telah memiliki landasan hukum, yakni sejak diundangkannya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Kebijakan ini secara spesifik diatur dalam Pasal 74 UU Cipta Kerja sebagai revisi dari regulasi terdahulu, yaitu Pasal 11 Ayat (1) Huruf a UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan. Melalui keterlibatan swasta, diharapkan juga bisa mengurangi beban pengeluaran negara dalam membangun jaringan pasokan komponen industri pertahanan.
"Keterlibatan swasta sangat penting, mengingat BUMN yang bergerak di bidang industri pertahanan tak sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan penyediaan Alutsista. Sebagai contoh, dari kebutuhan sekitar 1,2 miliar peluru setiap tahunnya yang dibutuhkan TNI, PINDAD hanya mampu memasok sekitar 300-400 juta butir peluru. Sisanya, daripada dipenuhi melalui impor, lebih baik ditangani oleh pelaku usaha swasta dalam negeri," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, tidak ada salahnya Indonesia belajar dari Turki, yang dalam dua dekade terakhir telah mampu melepaskan sekitar 70 persen ketergantungan atas suplai impor alat pertahanan. Beberapa industri pertahanan milik swasta di Turki bahkan telah masuk 100 besar dunia. Seperti Alsesan, Turkish Aerospace Industry, dan Roketsan. Pencapaian tersebut tidak lepas dari komitmen pemerintah Turki yang membuka pintu masuknya sektor swasta di industri pertahanan mereka.
"Dalam Pembahasan RAPBN 2023, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran mencapai Rp 123 triliun. Sebesar Rp 30,62 triliun diantaranya akan dialokasikan untuk modernisasi Alutsista, Non Alutsista, dan Sarpras Pertahanan. Kementerian Pertahanan juga memproyeksikan, sepanjang tahun 2020-2040, Indonesia setidaknya membutuhkan Rp 1.700 triliun untuk Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam). Besarnya nilai tersebut jangan sampai justru dinikmati oleh pelaku industri pertahanan luar negeri. Melainkan harus dijadikan momentum untuk memperkuat pelaku usaha swasta dalam industri pertahanan nasional," pungkas Bamsoet. (*)