Ketua DPRD Batam, Nuryanto SH. |
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Nuryanto menegaskan terkait hal ini pihaknya akan terus mengawal dan mengawasi peredaran rokok tanpa cukai di Kota Batam.
Pihaknya meminta kepada komisi terkait di DPRD Kota Batam untuk menindaklanjuti hal ini dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU).
“Kami sudah menginstrusikan pimpinan dan anggota Komisi terkait untuk bisa menindaklanjuti hal ini dalam RDPU bersama institusi terkait termasuk bea cukai dan aparat keamanan,” ujarnya, Jumat (5/5/2023).
Selain itu, pihaknya juga meminta adanya semacam edukasi atau sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya dan dampaknya bagi kesehatan serta ancaman hukuman yang bakal dikenakan, jika melakukan penjualan maupun mengedarkan hingga mencoba menyelundupkan rokok tanpa pita ilegal tersebut.
“Langkah yang paling mudah dilakukan menurut saya adalah, melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya para pedagang agar tidak melakukan penjualan rokok tanpa cukai dengan bebas di masyarakat,” kata dia.
Apalagi hal itu sudah tertuang adalam aturan Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 tentang cukai dalam pasal 29.
Nuryanto menerangkan, peredaran rokok tanpa cukai di Kota Batam juga terlihat semakin bebas, saat ini baik warung maupun kios secara terang-terangan memajang beberapa jenis rokok seperti H&D, OFO, Manchester hingga Luffman.
Tercatat sepanjang tahun 2021, Bea dan Cukai Batam telah menindak 86 kasus peredaran rokok ilegal dengan jumlah barang buktinya mencapai 74,32 juta batang rokok berbagai merek.
Jika diestimasikan, diperkirakan mencapai Rp79,49 miliar dengan potensi kerugian negara sebanyak Rp51,81 miliar.
Sementara itu, pada tahun 2022 tercatat ada 606 penindakan dengan total estimasi nilai barang hasil penindakan mencapai Rp110,88 Miliar.
Dari jumlah tersebut, diketahui ada 181 pelanggaran terhadap ketentuan cukai yang berasal dari 6,7 juta batang rokok ilegal berbagai merek.
Sepanjang tahun 2018 hingga 2022, Bea Cukai melalui Operasi Gempur Rokok Ilegal-nya, terus mengalami peningkatan jumlah penindakan. Sedangkan jumlah barang hasil penindakan (BPH) cenderung menurun setiap tahunnya.
Tahun 2020, jumlah penindakan berjumlah 9.018 dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 662 miliar. Di tahun 2021 jumlah penindakan naik menjadi 13.125 dengan kerugian negara mencapai Rp 293 miliar.
Sedangkan di tahun 2022 hingga saat ini total penindakan meningkat menjadi 18.659 dengan total kerugian negara mencapai Rp407 miliar. (AL)