Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima laporan dari Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota MPR RI Papua. |
Ditenggarai, BP Tangguh tidak pernah mempublikasikan secara transparan sumber dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan. Hal ini bertentangan dengan pasal 74 ayat 1 UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mengatur perseroan dengan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan CSR.
Dari laporan Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Filep Wamafma, BP Tangguh menutupi penjelasan mengenai sumber dana CSR dengan kalimat "BP dengan dukungan SKK Migas, atau BP dengan dukungan pemerintah". Frasa ini mengindikasikan sumber dana CSR perusahaan berasal dari cost recovery yang justru bisa mengurangi penerimaan negara dan dana bagi hasil Migas daerah. Padahal dana CSR harusnya berasal dari keuntungan BP Tangguh, bukan berasal dari cost recovery.
"Permasalahan CSR BP Tangguh ini pada beberapa bulan lalu juga sudah disampaikan oleh masyarakat adat setempat kepada Wakil Presiden KH Maruf Amin yang juga Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP). Saya bersama jajaran MPR RI For Papua akan mengagendakan kunjungan kerja ke BP Tangguh Teluk Bintuni untuk bertemu berbagai pihak terkait. Khususnya bertemu masyarakat di sekitar ring 1 perusahaan, mengingat mereka merupakan pihak yang wajib menikmati CSR dari BP Tangguh," ujar Bamsoet usai menerima MPR RI For Papua, di Jakarta, Kamis (24/8/23).
Jajaran MPR RI For Papua yang hadir antara lain, Ketua Yorrys Raweyai (DPD RI Dapil Papua), Sekretaris Filep Wamafma (DPD RI Dapil Papua Barat), serta jajaran lainnya yakni Yance Samonsabra (DPD RI Dapil Papua Barat), Sanusi Rahaningmas (DPD RI Dapil Papua Barat), dan Robert Kardinal (DPR RI Dapil Papua Barat).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, jika dugaan terhadap BP Tangguh semakin kuat terkait tidak mengeluarkan CSR secara benar dari keuntungan perusahaan, melainkan justru memanfaatkan dana cost recovery, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa masuk melakukan audit investigatif terhadap SKK Migas untuk menemukan ada tidaknya pembebanan biaya yang seharusnya tidak masuk dalam cost recovery yang menimbulkan kerugian negara.
Ketidakpatuhan berbagai perusahaan menjalankan CSR juga terjadi di berbagai daerah. Karena itu, sangat penting bagi menghadirkan UU tentang CSR. Sehingga ketentuan CSR bisa diatur lebih jelas dan komprehensif, tidak lagi bergabung dalam UU Perseroan Terbatas.
"Terlebih setiap tahunnya diperkirakan terdapat Rp 10 hingga 15 triliun dana CSR yang tidak dikelola dengan maksimal. Karena itu diperlukan peraturan dengan level undang-undang untuk merubah paradigma perusahaan agar jangan memandang CSR sebagai beban, melainkan sebagai wujud memperkuat kemitraan antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Sehingga bisa memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat, meringankan beban pembangunan pemerintah, serta memperkuat investasi sosial dan ekonomi perusahaan yang bersangkutan," jelas Bamsoet
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, selain CSR BP Tangguh, jajaran MPR RI For Papua juga melaporkan berbagai dinamika lainnya yang terjadi di Papua. Antara lain, pengoperasian beberapa kebun sawit yang tidak jelas kontribusinya terhadap masyarakat setempat, hingga persoalan Ulayat beberapa suku di Pulau Gag terkait pengoperasian tambang nikel PT Gag Nikel.
"Pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah on the track dalam memajukan Papua. MPR RI melalui MPR For Papua yang diisi para anggota DPR RI dan DPD RI daerah pemilihan Papua siap mendukung pemerintah pusat dalam mengatasi berbagai permasalahan di Papua. Sehingga masyarakat Papua semakin damai, maju dan sejahtera," pungkas Bamsoet. (*)