Musrin saat memberikan penjelasan kepada wartawan belum lama ini. |
Hal ini disampaikan oleh Kuasa Hukum terdakwa, Musrin, S.H., M.H., CPL., CPLE., CPM., CPrM., CPPPLS. Pihaknya menilai putusan yang diberikan oleh JPU adalah Keliru. Sebab, dalam perkara tersebut Jaksa sudah mulai keliru dalam menyusun dakwaan hal dapat dilihat pada dakwaan alternatif kedua. Selain itu, jaksa juga tidak memasukkan keterangan Saksi ahli yang merupakan fakta dari persidangan tersebut.
“Dalam menangani persidangan kali ini, kami menilai jaksa membuat tuntutan yang keliru. Sebab, mulai dari dakwaan hingga putusan banyak kejanggalan yang kami temukan. Dalam dakwaannya, jaksa menuliskan nama dan proses hukum yang berbeda selain dari kasus tersebut. Lalu, keterangan saksi Ahli yang juga di hadirkan oleh pihak JPU tidak dimasukkan dalam pertimbangannnya untuk memberikan tuntutan, dimana pada keterangan saksi ahli tersebut mengatakan bahwa bahwa terdakwa telah tepat dikenakan pasal 68 jo pasal 86 Undang-undang No. 18 Tahun 2017 Tentang Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dengan UU RI No. 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja l” ungkapnya kepada media, Rabu (26/06/2024).
Lanjut Musrin, pada perkara Pekerja Migran Indonesia (PMI) ditemukan oleh pihaknya yang diputus sekira awal juni 2024. Yaitu, perkara nomor 921 dengan korban 20 orang serta calon pekerja diminta duit di depan 50 hingga 80 juta. Tuntutan JPU pidana penjara selama 6 tahun dan Denda 100 juta dengan Subsidair 3 bulan kurungan dapat dilihat di link website SIPP PN Batam,
“Namun kliennya, aktif berkoordinasi dengan BP2MI dan pihak BP2MI juga mengunjungi perusahaan. Selain itu, seluruh biaya PMI ditanggung oleh pihak perusahaan tanpa dipungut biaya. Lalu, perizinan berkas juga ditanggung oleh perusahaan sebelum diberangkatkan. JPU menuntut klien kami 7 tahun penjara dan denda 𝟒.𝟔𝟖𝟕.𝟓𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎 (empat miliar enam ratus delapan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan Subsidair 2 bulan Kurungan,” jelasnya.
“Tentunya jika melihat kedua kasus tersebut kami mempertanyakan tuntutan yang diberikan oleh JPU. Apa dasarnya dan bagaimana caranya Jaksa menilai hingga terjadi perbedaan tuntutan yang tidak wajar tersebut,” tegasnya.
Musrin menambahkan, jika sudah begini apakah masih bisa kita sebut Kejari Batam Baik-baik saja. Apakah kejari Batam masih menjunjung nilai-nilai keadilan. Lalu, ada apa dengan Kejaksaan Batam.
“Kami meminta agar Kajari mengawasi kualitas kinerja Anggotanya. Kami akan sepakat kalau penegakan hukum itu profesional dan mencerminkan rasa keadilan. Tapi, kami tidak sepakat jika ada ketidakwajaran dalam penegakan Hukum,” tutupnya.
Perlu diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 7 tahun penjara dan denda 𝟒.𝟔𝟖𝟕.𝟓𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎 dengan Subsidair 2 bulan Kurungan pada sidang yang berlangsung pada Selasa (25/06/2024) lalu.
Terdakwa Dikenakan 𝗣𝗔𝗦𝗔𝗟 𝟴𝟯 UU No.18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kejaksaan Batam belum berhasil dimintai keterangan. (PS)