Potret bangunan rumah yang sudah dibangun oleh PT. ASKA. |
Dalam rilisnya, Kantor Hukum Padhira Nixon and partners yang beralamat di Jakarta dan Batam memberikan keterangan bahwa kliennya PT ASKA telah mengalami kerugian ratusan miliar atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang diberikan oleh BP Batam.
Kuasa Hukum PT ASKA menyampaikan telah melaporkan Badan Pengusahaan (BP) Batam atas tindak pidana pasal 263 juncto pasal 266 KUHP ke Mabes Polri pada 30 Mei 2024.
"Benar, kita sudah melaporkan dan Mabes Polri juga telah turun ke BP Batam untuk memintai keterangan berdasarkan gelar perkara pada Juli 2024, dimana dokumen resmi yang dipalsukan yaitu berupa surat rekomendasi pemberian hak atas tanah diatas hak pengelolaan BP Batam," kata Dhira Rahmantyas, Kamis (29/8/24) sore di Batam Center.
Lanjutnya, didalam surat rekomendasi tersebut merupakan surat asli dari BP Batam, namun isi surat atau pernyataan dalam surat merupakan palsu.
"Didalam status tanah yang dimohonkan tersebut, tertera nomor hak guna bangunan. Namun, nomor tersebut bukan lahan klien kami melainkan milik orang lain," katanya.
Ditempat yang sama, Niko Nixon Situmorang yang merupakan Kuasa Hukum dari PT ASKA menambahkan, sejak tahun 2014, kliennya sudah melakukan cut and fill yaitu clearing terhadap lahan tersebut dan juga telah membebaskan masyarakat yang berada di lahan di sana.
"Pada tahun 2017, dilakukan pembangunan rumah dan kami telah mengurus rekom yaitu pendaftaran hak atas tanah yang dikeluarkan oleh BP Batam tahun 2019. Dari situ timbul jawaban dari BPN bahwa lahan tersebut belum HPL," kata Nixon.
Berdasarkan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh BP Batam, kliennya telah melakukan pengerjaan sehingga terbangunnya 205 unit rumah yang sudah terjual dari keseluruhan rumah sebanyak 480 unit yang dibangun.
"Dari surat rekomendasi asli dari BP Batam, klien kita melakukan pembangunan hingga 480 unit rumah. Sebanyak 205 unit rumah yang sudah dibangun, sudah laku terjual," ungkapnya.
Hal senada diungkapkan oleh Dinalara D. Butarbutar, bahwa saat ini pihaknya banyak mendengar bahwa Badan Pengusahaan (BP) Batam dilaporkan oleh pengusaha kepada Bareskrim Polri bahkan ke Satreskrim Polresta Barelang.
"Laporan itu terkait dengan pengalihan lahan atas kewenangan dari pada BP Batam yang menguasai HPL. Persoalan nya ada beberapa hal yaitu, bahwa lahan yang dialokasikan kepada investor itu belum HPL, kemudian ada yang dialokasikan ternyata itu merupakan barang milik negara," kata Dinalara.
Salah satunya PT ASKA yang dari tahun 1990 mendapatkan pengalokasian dari BP Batam ternyata sampai berakhir PL tersebut, ternyata belum HPL
"Faktanya, bahwa lahan tersebut sudah dibangun dan konsumen sudah menguasai lahan tersebut tetapi tidak bisa dikuasai secara sepenuhnya, karena memang lahan tersebut belum HPL," bebernya.
Selain itu juga ada perusahaan lainnya yang berada di daerah Tanjung Piayu mengalami hal yang sama. Lahan yang dialokasikannya merupakan kerjasama dengan koperasi BP Batam.
"Mereka mengatakan, bahwa lahan yang dialokasikan dari kerjasama dengan Koperasi BP Batam merupakan HPL dari BP Batam. Namun, lahan tersebut tidak ada HPL melainkan masih milik negara," tuturnya.
Kuasa hukum sangat menyayangkan, bagaimana mungkin BP Batam bisa berani dan nekat mengalokasikan lahan tersebut kepada investor untuk dikelola bahkan dialihkan kepada masyarakat, faktanya lahan tersebut merupakan masih milik negara.
"Dalam kasus ini, kita sudah melaporkan kejadian ini kepada Bareskrim Mabes Polri. Dari laporan tersebut, Bareskrim Polri sudah turun langsung ke BP Batam," imbuhnya.
"Kami berharap kepada Bareskrim Mabes Polri untuk dapat menaikkan lidik kami menjadi penyidikan, karena kalau hanya seputar Lidik, kami yakin bahwa BP Batam akan merajalela dalam praktek dugaan kejahatan jual tanah," pungkasnya. (MK)