Iklan

Jadi Aktor Utama Dugaan Pemerasan, Kompol Chrisman Panjaitan Dipecat (PDTH)

Selasa, Maret 11, 2025 WIB Last Updated 2025-03-11T12:00:51Z
Advertisement
Foto Chrisman Panjaitan (CP) saat berpangkat AKP dan menjabat sebagai Kasatreskoba Polres Tanjungpinang dan Kapolsek Sagulung, Polres Barelang. (Dok: Tribunnews)

Batam, pelitatoday.com - Kepolisian Polda Kepri secara resmi memberikan sanksi kepada Kompol Chrisman Panjaitan alias Kompol CP dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).


Hal ini dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Kepulauan Riau (Kepri), Kombes Zahwani Pandra Arsyad saat dikonfirmasi wartawan.


"Kompol CP disanksi PTDH usai adanya laporan dugaan pemerasan terhadap korban yang mereka tangkap," katanya.


Sebelumnya, korban mengaku diperas hingga Rp. 20 juta perorangnya.


"Iya betul, untuk memperkaya diri. Jadi untuk memperkaya diri tanpa adanya suatu hal yang benar. Jadi mereka bersekongkol dengan dua orang di-PTDH juga," katanya saat dikonfirmasi  disway.id, dikutip pelitatoday.com.  Selasa 11 Maret 2025.


Lanjutnya, laporan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kompol CP bukan yang pertama kali.


"Kompol CP ini atau Chrisman Panjaitan sudah punya catatan-catatan terdahulu terhadap perilakunya yang sering melakukan penyimpangan penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Nah ini adalah salah satu akumulasinya kenapa pimpinan sidang akhirnya mengeluarkan dia dengan tidak hormat begitu," ungkapnya.


Kombes Zahwani Pandra Arsyad menegaskan bahwa Kompol CP adalah salah-satu aktor utama yang melakukan pemerasan terhadap korban.


Perlu diketahui, kasus dugaan pemerasan ini terungkap ketika pengguna narkotika yang ditangkap akhir tahun 2024 lalu mengaku dipaksa meminjam uang melalui aplikasi pinjaman online (pinjol). Uang itu disebutnya terpaksa ia pinjam guna memenuhi adanya permintaan uang damai senilai Rp20 juta untuk diberikan kepada oknum polisi tersebut.


Saat penangkapan terjadi, pengguna narkotika mengaku tidak memiliki uang.


Sehingga, Kompol CP meminta identitasnya berupa KTP dan mendaftarkannya sebagai nasabah pinjaman online (pinjol). Usai dana pinjol tersebut cair, pelaku kemudian membayar dan dilepas.


Mirisnya kasus Kompol CP bersama 9 anggotanya ini hanya berjarak dua bulan dari kasus Kompol SN bersama 9 anggotanya.


Kala itu Kepala Satuan Reserse Narkoba (Kasatnarkoba) Polres Barelang, Kompol Satria Nanda (SN) bersama 9 anak buahnya ditangkap karena menjual barang bukti sabu-sabu kepada bandar di Simpang Dam. Kompol Satria Nanda (SN) dan dua perwiranya pun disanksi pemecatan atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) pada September 2024 lalu.


Kasus Kompol CP bersama anggotanya ini awalnya diduga menjebak seorang perempuan pemakai narkoba di sebuah hotel pada Selasa 10 Desember 2024 lalu.


Namun, alih-alih membawanya ke kantor polisi, pelaku diperas.


Karena tidak memiliki uang tunai, korban dipaksa mengajukan pinjaman online menggunakan KTP dan data pribadinya sebesar Rp 20 juta.


Setelah uang cair, barang bukti serta bong dibuang. Korban dilepaskan.


Laporan ini sampai ke Wakapolda Kepri, Brigjen Asep Safrudin, yang sekarang ini menjabat Kapolda Kepri.


Geram dengan perilaku bawahannya, Asep memerintahkan pemeriksaan Propam.


Barang bukti uang Rp20 juta ditemukan, dan 10 anggota Subdit Narkoba itu langsung ditahan.


Pada Sabtu, 21 Desember 2024 lalu, mereka dimutasi ke Yanma Polda Kepri menunggu sidang etik. Kini mereka mendapatkan putusan, Jumat (7/3/2025). Tiga orang PTDH dan 7 demosi.


Berbagai Pertimbangan


Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, menambahkan, keputusan Majelis Kode Etik mempertimbangkan berbagai faktor sebelum menjatuhkan sanksi PTDH dan demosi.


Bagi dua perwira yang dipecat, termasuk Kompol CP, sanksi ini merupakan akumulasi dari pelanggaran sebelumnya.


"Kompol CP sudah memiliki catatan buruk terkait penyalahgunaan kewenangan dan jabatan. Ia sudah tiga kali menjalani sidang kode etik, dan keputusan PTDH ini merupakan akumulasi dari perbuatannya," terangnya.


Terkait upaya banding yang diajukan oleh eks personel Ditresnarkoba Polda Kepri, Pandra menegaskan bahwa hal tersebut merupakan hak setiap anggota polisi.


Namun, ia menekankan bahwa keputusan Polda Kepri telah diambil sesuai prosedur yang berlaku.  


"Informasi mengenai banding dari personel yang di-PTDH adalah hak mereka, tetapi kami telah menjalankan semua prosedur dengan transparan dan sesuai aturan," ujarnya.


Pandra menegaskan bahwa keputusan tegas terhadap 10 personel Ditresnarkoba ini merupakan bagian dari komitmen Kapolda Kepri, Irjen Pol Asep Safrudin, dalam menegakkan disiplin di tubuh kepolisian.


"Ini adalah tindakan tegas dari Kapolda Kepri, Irjen Pol Asep Safrudin, sesuai dengan commander wish beliau. Kami menerapkan sistem reward and punishment secara jelas. Personel yang melakukan pelanggaran akan diproses cepat dan transparan, sementara mereka yang berprestasi akan mendapatkan penghargaan," ujar Pandra.


"Walaupun jumlahnya sembilan (Anggota, red), tapi dua orang ini yang berperan betul terutama sih CP ini, Kompol CP ini. Memang betul tujuannya 4PGN, udah benar itu kan. Tetapi disalah gunakan, mereka diperas lagi. Itu kan sudah tidak benar," jelasnya.


"Intinya adalah Ini adalah perkara lama yang sudah dilakukan upaya-upaya penegakkan secara kode etik dan disiplin, dasarnya adalah aduan dari sih yang menjadi korban." tandasnya. (Red)


Dikutip dari Berbagai Sumber.

Advertisement

  • Jadi Aktor Utama Dugaan Pemerasan, Kompol Chrisman Panjaitan Dipecat (PDTH)

Berita Lainnya

- Advertisement -

Ads x